Jumat, 14 Desember 2018

PERANG DAGANG ANTARA AMERIKA SERIKAT DENGAN TIONGKOK



“Hai teman-teman semua! Balik lagi nihh di blog saya. Kali ini saya akan membahas tentang berita yang sedang ramai-ramai nya diperbincangkan dimana-mana, yaitu tentang ‘Perang Dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok/China’. Ga mungkin deh kalo kalian ga tau sama sekali. Soalnya berita ini tuh penting banget dan sangat amat berpengaruh terhadap perekonomian dunia, termasuk perekonomian di negara kita ‘Indonesia’... Yuk kita bahas dulu tentang Perang dagang tersebut..”
 

SEJARAH PERANG DAGANG ANTARA AMERIKA SERIKAT DAN CHINA



Perang dagang Tiongkok–Amerika Serikat 2018 mulai setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada 22 Maret 2018, niatnya untuk mengenakan tarif sebesar US$ 50 miliar untuk barang-barang Tiongkok di bawah Seksi 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, dengan menyebut riwayat "praktik perdagangan tidak adil" dan pencurian kekayaan intelektual. Sebagai pembalasan, pemerintah Tiongkok menerapkan tarif mereka untuk lebih dari 128 produk AS, termasuk terutama sekali kedelai, ekspor utama AS ke Tiongkok. 

Pada 6 Juli 2018 Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang TiongkokChina senilai $ 34 milyar, yang kemudian menyebabkan Tiongkok membalas dengan tarif yang serupa terhadap produk-produk AS. Administrasi Trump mengatakan bahwa tarif tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan kekayaan intelektual bisnis AS, dan untuk membantu mengurangi defisit perdagangan AS dengan Tiongkok. Trump pada bulan Agustus 2017 telah membuka penyelidikan resmi mengenai serangan terhadap kekayaan intelektual Amerika dan sekutu-sekutunya, pencurian yang telah merugikan Amerika sendiri sekitar $ 600 miliar per tahun.


PENGUMUMAN TARIF

Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah memorandum pada 22 Maret 2018 menurut Seksi 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, memerintahkan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) untuk menerapkan tarif sebesar US$50 miliar terhadap barang-barang Tiongkok. Dalam sebuah pernyataan resmi, seperti yang disyaratkan oleh seksi tersebut, Trump mengatakan bahwa tarif yang diusulkan adalah "respons terhadap praktik perdagangan Tiongkok yang tidak adil selama bertahun-tahun", termasuk pencurian kekayaan intelektual AS. 

Pada 2 April, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengenakan tarif terhadap 128 produk AS termasuk potongan aluminium, pesawat terbang, mobil, produk daging babi, dan kedelai (yang memiliki tarif 25%), serta buah-buahan, kacang-kacangan, dan pipa baja (15%). Keesokan harinya, USTR menerbitkan daftar lebih dari 1.300 kategori barang-barang impor Tiongkok senilai $50 miliar yang rencananya akan dikenakan tarif, termasuk suku cadang pesawat, baterai, televisi layar datar, peralatan medis, satelit, dan senjata. Sebagai pembalasan atas pengumuman itu, Tiongkok memberlakukan tambahan tarif 25% untuk pesawat, mobil, dan kedelai, yang merupakan ekspor pertanian utama AS ke Tiongkok. Pada 5 April, Trump menginstruksikan USTR untuk mempertimbangkan tambahan tarif sebesar $100 miliar. 

Presiden Trump membantah bahwa perselisihan tersebut adalah sebuah perang dagang, yang dinyatakan di Twitter pada April 2018, "kita telah lama kalah dalam perang itu karena ulah orang-orang bodoh, atau tidak kompeten, yang mewakili kepentingan AS ", dan menambahkan bahwa "sekarang kita mengalami defisit perdagangan $500 miliar per tahun, ditambah pencurian kekayaan intelektual sebesar $300 miliar per tahun. Kita tidak bisa membiarkan keadaan ini terus berlanjut!" Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyatakah dalam sebuah wawancara CNBC bahwa tarif terhadap produk Tiongkok yang direncanakan hanya mencerminkan 0,3% dari produk domestik bruto AS, sementara Juru Bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders menyatakan bahwa langkah tersebut akan memiliki "rasa sakit jangka pendek" namun membawa "kesuksesan jangka panjang".


PERTEMUAN ANTARA AMERIKA SERIKAT DAN TIONGKOK

Amerika Serikat dan Cina akan melakukan dialog tingkat tinggi untuk menyelesaikan perang dagang antar kedua negara. Rencana dialog ini mengemuka setelah Wakil Presiden Cina, Wang Qishan, mengutarakan niat jika Beijing ingin berbicara dengan Washington guna menyelesaikan masalah perdagangan kedua negara. 

Dikutip dari Reuters, Rabu, 7 November 2018, rencana dialog itu akan dilakukan pada Jumat, 9 November 2018 disela-sela pertemuan kelompok 20 atau KTT G20 di Argentina.

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menjelaskan, selain Presiden Trump dan Xi, pertemuan bilateral untuk membicarakan perang dagang Amerika – Cina itu akan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri – Mike Pompeo, Menteri Pertahanan – Jim Mattis, anggota politburo Cina – Yang Jiechi dan Menteri Pertahanan Cina – Wei Fenghe. Dialog soal keamanan dan diplomatik akan dilakukan setelah pembicaraan isu perang dagang. 

Sebelumnya pada akhir pekan lalu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menelepon Presiden Cina, Xi Jinping, membicarakan pertemuan G20 dan kemungkinan keduanya melakukan pertemuan bilateral. Pembicaraan pertelepon itu berlangsung positif, dimana Trump memproyeksikan pihaknya bisa membuat sebuah kesepakatan dengan Cina soal perdagangan.

Pada Oktober lalu, Beijing mengatakan kedua belah pihak sudah setuju untuk melakukan pembicaraan antar kepala negara. Namun Washington memilih untuk menunda dulu sesaat karena ketika itu ketegangan akibat perang dagang, Taiwan dan sengkta Laut Cina Selatan sedang memburuk. 

Sebagai gantinya, Mattis pada bulan lalu menggelar pembicaraan dengan Wei di Singapura. Ketika itu, Mattis mengatakan kepada Wei Amerika Serikat dan Cina perlu melakukan pembicaraan tingkat tinggi demi mengurangi risiko-risiko konflik. 
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina telah membuat keduanya saling menaikkan tarif impor. Amerika Serikat dan Cina saat ini adalah dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.


PREDIKSI IMF SOAL EKONOMI AMERIKA - CHINA

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi kedua negara pada 2019.
Ini membuat Dana Moneter Internasional atau IMF mengurangi prediksi pertumbuhan ekonomi AS dan Cina dengan menyebut faktor tarif impor yang dibuat kedua negara sebagai pemicunya.

“Ketika ada dua ekonomi terbesar dunia berseberangan, itu situasi yang membuat semua orang menderita,” kata Maurice Obstfeld, kepala ekonomi IMF, dalam jumpa pers mengenai pandangan lembaga itu mengenai Kinerja Ekonomi Dunia, di Bali, pada Selasa, 9 Oktober 2018. Saat ini, Bank Dunia dan IMF sedang menggelar pertemuan global menyangkut ekonomi dunia di Bali, Indonesia.

IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi AS bakal melambat dari 2,9 persen pada 2018 menjadi 2,5 persen pada 2019. Padahal, kinerja AS sedang membaik pasca diluncurkannya UU Pajak AS yang mengurangi besaran pajak korporat di sana. “IMF mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebanyak 0.2 poin karena adanya perang dagang ini,” begitu dilansir CNN.

Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi Cina bakal turun menjadi 6.2 persen pada 2019 dari 6.6 persen pada 2018. Ini artinya ada penurunan 0.4 persen karena adanya perang tarif dengan AS ini.

“Intensifikasi perang dagang ini dan ketidak-jelasan kebijakan yang muncul dari ini bisa merugikan bisnis dan merusak sentimen pasar uang, memicu volatilitas pasar uang dan memperlambat investasi serta perdagangan,” begitu pernyataan IMF.


“Ulasan diatas ini sudah cukup jelas ya teman-teman. Kedua negara saling berlomba-lomba menaikan tarif impor gituu.. Kalian sudah baca kan, menurut IMF aja perang dagang tersebut akan berpengaruh buruk terhadap perekonomian AS dan Cina itu sendiri. Nah, menurut kalian nihh, kira-kira Perang Dagang ini akan berdampak nggak sih ke negara kita? Secara dong, seperti yang sudah dijelaskan diatas, 2 negara ini adalah negara dengan perekonomian terbesar. Udah kebayangkan? Oke deh, biar lebih jelasnya lagi dibawah ini saya bakal memaparkan tentang dampak apa aja sih yang bakal berpengaruh ke Indonesia dari Perang Dagang ini? Yuk di scroll lagii ke bawah...”



DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PERANG DAGANG ANTARA AMERIKA SERIKAT – CHINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA

Dampak positif dan negatif perang dagang antara Amerika Serikat dengan China menurut Haryadi Sukamdani (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia) :

1.   Pencabutan Fasilitas GSP dari AS Terhadap Produk Tekstil Indonesia

Haryadi menjelaskan, AS memberlakukan tarif impor tinggi bagi negara-negara yang lebih banyak melakukan ekspor dibanding impor dari AS. Karenanya, AS mengambil tindakan tersebut untuk mengatasi defisit negaranya.

"Indonesia sebenarnya juga terkena pengenaan tarif impor tinggi Trump, tapi enggak setinggi China. Makanya enggak terlalu heboh seperti China dan AS," tambahnya.

Dia mengungkapkan, sektor industri yang turut merasakan dampak dari perang dagang AS-China ini salah satunya industri tekstil. Dia mengatakan, saat ini fasilitas Generalised System of Preference (GSP) dari AS terhadap produk tekstil Indonesia sudah dicabut.

GSP merupakan salah satu mekanisme perdagangan yang memberikan penurunan tarif bea masuk (BM) dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dengan menggunakan form A.

"Tentu kita merasakan betul dampaknya. Salah satunya produk tekstil kita ke AS itu GSP nya sudah dicabut. Hal ini membuat harga tekstil di AS tidak bisa bersaing dengan produk tekstil lainnya," ujar dia.

2.   Indonesia Menjadi Sasaran Pasar Bagi China Untuk Mengekspor Produk Tekstil

Selain itu, bersitegang antara China dan AS akan membuat kedua negara ini mencari pasar baru untuk mendistribusikan produk yang harusnya di ekspor ke China atau AS.

"China misalnya, dia mengekspor tekstil ke AS, tapi karena ada pengenaan tarif impor yang tinggi ini kan China enggak akan ekspor ke AS lagi, mereka butuh pasar baru. Indonesia bisa jadi salah satu pasar baru sasarannya. Hal ini bisa membuat produk tekstil kita juga kalah saing," katanya.

3.   Peluang Indonesia Menggantikan Produk Yang Dibutuhkan Kedua Negara

Meski begitu, Haryadi menuturkan, Indonesia bisa merasakan dampak positif dari perang dagang yang terjadi di antara keduanya. Walau hanya sedikit kemungkinannya, dia mengatakan, Indonesia juga bisa mengambil peluang untuk menggantikan beberapa produk yang dibutuhkan kedua negara tersebut.

"China mengenakan tarif impor kedelai mahal, pasti mereka mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dari kedelai. Nah, Indonesia bisa menggantikannya dengan CPO (Crude Palm Oil)," tutupnya.


CARA MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF DARI PERANG DAGANG ANTARA AS DAN CHINA

1.     Menurut saya pribadi untuk mengendalikan impor sebagai peralihan pasar dari China, pemerintah harus menerapkan dengan lebih tegas tentang Non Tariff Barrier(NTB) yaitu aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik. Hambatan-hambatan tersebut berupa persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu produk sebelum memasuki pasar Indonesia, misalnya SNI, kemasan, dan bahasa. Strategi ini bukan hanya untuk mengendalikan impor barang dari China tetapi juga untuk mempersiapkan negara kita dalam menyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA).

2.     Dan untuk menganggulangi masalah pencabutan GSP atau tidak mendapat potongan bea masuk, menurut saya Indonesia harus mencari pasar baru terhadap produk-produk kita. Walaupun menurut Sofjan Wanandi (Ketua Tim Ahli Wakil Presiden) tarif tersebut tidak terlalu besar dan kita akan tetap melakukan ekspor ke AS. Setidaknya, dengan menemukan pasar baru, Indonesia akan lebih siap untuk menghadapi pencabutan GSP tersebut jika kedepannya tidak memungkinkan lagi untuk mengekspor barang ke AS.



“Kalo menurut kalian gimana nih cara mengantisipasi serta menanggulangi dampak-dampak negatif tersebut? Yang diatas ini kan hanya menurut kesimpulan saya pribadi yaa dan hasil dari baca web sana sini juga sihh hehehehe... Kalo kalian punya pendapat sendiri ataupun kurang setuju dengan pendapat saya silahkan komen ya teman-teman, kita sharing disini.

Terimakasih ya yang sudah setia membaca blog-blog saya. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Daaaan blog ini tuh tugas terakhir di semester ini sepertinya. 50% sedih 50% seneng nih saya :D hahaa.. Sampai jumpa ya di blog selanjutnya! Bye-bye”.


REFERENSI :