Jumat, 07 Desember 2018

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN JENIS-JENIS RASIO KEUANGAN



“Hai teman-teman, di blog kali ini saya akan membahas tentang Jenis-Jenis Rasio Keuangan. Tapi sebelumnya kita cari tau dulu yuk apa sih Rasio Keuangan itu? Berikut pembahasannya....”

PENGERTIAN RASIO KEUANGAN


Apa itu Rasio Keuangan?

Rasio Keuangan atau Financial Ratio merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.

Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan.

Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang pada masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula analisis persaingan-persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur, analisis kualitatif, serta penelitian-penelitian industri.



FUNGSI ANALISIS RASIO KEUANGAN

Berikut adalah fungsi dari dilakukannya analisis rasio keuangan :
a)     Untuk menentukan seberapa baik kinerja perusahaan mereka untuk mengevaluasi kemana perusahaan dapat memperbaiki diri. Misalnya, jika perusahaan memiliki margin kotor yang rendah, manajer dapat mengevaluasi bagaimana meningkatkan margin kotor mereka.

b)    Untuk melihat apakah perusahaan itu investasi yang bagus. Dengan membandingkan rasio keuangan antara perusahaan dan antar industri, investor dapat lebih menentukan investasi terbaik.


JENIS-JENIS RASIO KEUANGAN

Rasio keuangan dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu Earning Ratio, Valvation Ratio, Profitability Ratio, dan Liquidity Ratio. Berikut adalah penjelasannya.
1.   Earning Ratio (Rasio Penghasilan)

a)   Dividen Per Lembar Saham (Dividend Per Share)
Pengertian dividen per lembar saham (DPS) menurut Susan Irawati (2006:64) menyatakan bahwa : 

"Dividen per lembar saham (DPS) adalah besarnya pembagian dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibandingkan dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar”.

Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.

Besarnya dividen per lembar saham dapat dicari dengan rumus : 
DPS = Total dividen yang dibagikan : Jumlah Lembar saham yang  beredar


b)  Laba Per Lembar Saham (Earning Per Share)
Pengertian laba per lembar saham menurut Zaki Baridwan (2004:443) menyatakan bahwa :

“Yang dimaksud dengan laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode tertentu untuk setiap jumlah saham yang beredar”.

Informasi mengenai laba per lembar saham dapat digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk menentukan dividen yang akan dibagikan. Informasi ini juga berguna bagi investor untuk mengetahui perkembangan perusahaan selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan.

Perhitungan laba per lembar saham diatur dalam SAK No.56 yang menyatakan dua macam laba per lembar saham :
·        Laba Per lembar saham dasar, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar dalam periode pelaporan.
·        Laba per lembar saham dilusian, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan dan efek lain yang asumsinya diterbitkan bagi semua efek berpotensi saham biasa yang sifatnya dilutif yang beredar sepanjang periode pelaporan. 

Laba per lembar saham (EPS ) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

EPS  = Laba Bersih Setelah Pajak : Jumlah Lembar Saham Yang Beredar


c)   Revenue Per Share
Jumlah pendapatan atas saham biasa yang beredar. Jawab pertanyaannya, apa kepemilikan penjualan untuk setiap bagian? Meningkatkan pendapatan per saham (RPS) dari waktu ke waktu adalah pertanda baik, karena itu berarti setiap saham sekarang memiliki klaim untuk pendapatan lebih banyak.

Misalnya, jika sebuah perusahaan menghasilkan 500 juta dalam pendapatan dan memiliki 100 juta saham biasa yang beredar, RPS adalah lima. Untuk setiap saham yang beredar, perusahaan menghasilkan lima dolar dalam penjualan.
Rumus : 
Pendapatan Per Saham (Kuartal) =  Penerimaan Kuartalan : Saham Biasa

Pendapatan Per Saham (TTM) = Tertinggal 12 Bulan Pendapatan : Saham                                                                         Biasa Beredar dari kuartal terbaru

d)  Book Value Per Share
Book Value per Share (BVPS) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai bukunya.

Book Value per Share atau Nilai Buku per Saham dapat dihitung dengan cara membagikan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Persamaan atau Rumus Book Value per Share (BVPS) dapat dilihat seperti dibawah ini :

Book Value per Share = Total Ekuitas / Jumlah Saham yang Beredar
atau
Book Value per Share = (Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar

Contoh Kasus :
Sebagai contoh, PT. AAZZ yang bergerak di bidang perakitan Kalkulator memiliki total Aset sebesar Rp. 800 juta dengan kewajiban atau Hutang sebesar Rp. 100 juta. Saham yang beredar PT. AAZZ adalah sebanyak 2 juta lembar. Harga pasar saham per lembar perusahaan saat ini adalah Rp. 600,-. Berapakah Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share PT. AAZZ? Apakah saham PT. AAZZ ini mahal (overvalued) atau murah (undervalued) ?

Diketahui :
Total Aset = Rp. 800 juta
Hutang = Rp. 100 juta
Jumlah Saham yang beredar = 2 juta lembar

Jawaban :
BVPS =(Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
BVPS = (800.000.000 – 100.000.000) / 2.000.000
BVPS = 350

Jadi Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share (BVPS) PT. AAZZ adalah Rp. 350,-. Saham PT. ZZAA saat ini adalah overvalued atau kemahalan.
Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share ini sering digunakan untuk membandingkan nilai pasar per saham perusahaan. Jika nilai BVPS perusahaan lebih tinggi dari nilai pasar per sahamnya, maka sahamnya “Undervalued” atau “Murah” yang berarti perdagangan saham lebih rendah dari harga yang ditentukan pasar. Namun apabila nilai BVPS perusahaan lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai pasar per sahamnya, maka saham perusahaan tersebut dapat dikatakan kemahalan atau “Overvalued” atau Harga Saham lebih tinggi dari harga yang ditentukan Pasar.

Dengan demikian, Nilai Buku per Saham atau BVPS ini dapat menentukan apakah saham suatu perusahaan telah “Overvalued” atau masih “Undervalued”. Ini dapat membantu para Investor untuk mengambil keputusan apakah membeli atau tidak membeli saham tertentu.

e)   Cash Flow Per Share
Arus kas per saham adalah laba setelah pajak ditambah depresiasi pada basis per-saham yang berfungsi sebagai ukuran kekuatan keuangan perusahaan. Banyak analis keuangan lebih menekankan pada nilai arus kas per saham daripada nilai laba per saham. Meskipun nilai laba per saham dapat dimanipulasi, arus kas per saham lebih sulit diubah, sehingga menghasilkan nilai kekuatan dan keberlanjutan model bisnis tertentu yang lebih akurat.

Arus kas per saham dihitung sebagai rasio, menunjukkan jumlah uang tunai yang
dihasilkan bisnis berdasarkan pendapatan bersih perusahaan dengan biaya 
depresiasi dan amortisasi ditambahkan kembali. Karena pengeluaran yang 
berkaitan dengan depresiasi dan amortisasi sebenarnya bukan biaya tunai, 
menambahkannya kembali membuat arus kas perusahaan menjadi 
berkurang secara artifisial. 
 
Perhitungan untuk menentukan arus kas per saham adalah:
CFPC = Arus Kas Operasi - Dividen Pilihan : Saham Biasa Beredar


f)    Cash Equivalent Per Share
Laba bersih per saham (EPS tunai), atau yang lebih umum disebut arus kas operasi, adalah ukuran kinerja keuangan yang membandingkan arus kas dengan jumlah saham yang beredar. EPS tunai berbeda dari ukuran laba bersih yang lebih populer, Laba per saham (EPS), yang membandingkan laba bersih dengan basis per saham.

Bebas dari komponen non-tunai, seperti depresiasi yang termasuk dalam pengukuran EPS berbasis laba, EPS Uang Tunai dapat membuktikan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk kesehatan keuangan dan operasional.
Semakin tinggi EPS keuangan perusahaan, semakin baik dianggap telah dilakukan selama suatu periode. EPS tunai perusahaan dapat digunakan untuk menarik perbandingan ke perusahaan lain atau tren dalam bisnis perusahaan.
CEPS =   Operating Cash Flow : Diluted Shares Outstanding


g)   Net Assets Per Share
Nilai Aktiva Bersih adalah nilai yang menggambarkan total kekayaan bersih Reksa Dana setiap harinya.

Total kekayaan bersih adalah Nilai pasar setiap jenis aset investasi (saham, obligasi, surat berharga pasar uang, serta deposito) + dividen saham + kupon obligasi – biaya operasional reksa dana (biaya MI, biaya Bank Kustodian, dan biaya lain-lain).

Net Assets Per Share dapat dicari dengan rumus berikut :
NAVS = (Aset Total – Kewajiban) : Jumlah Lembar Saham Yang Beredar


2.   Valvation Ratio

a)   Price To Earning Ratio
Price to Earning Ratio atau biasanya disingkat dengan singkatan PER (P/E Ratio) adalah rasio harga pasar per saham terhadap laba bersih per saham. Rasio Price to Earning ini adalah rasio valuasi harga per saham perusahaan saat ini dibandingkan dengan laba bersih per sahamnya. Price to Earning Ratio ini merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengevaluasi investasi prospektif. Rasio ini juga digunakan untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan apakah akan membeli saham perusahaan tertentu. Umumnya, para trader atau investor akan memperhitungkan PER atau P/E Ratio untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu saham.

Berikut ini adalah Rumua PER atau rasio Harga terhadap pendapatan :
PER =       Harga Saham : Laba per Saham

Dengan menghitung Rasio P/E atau Price Earning Ratio, kita dapat mengetahui seberapa besar harga yang ingin dibayar oleh pasar terhadap pendapatan atau laba suatu perusahaan.

Rasio PER-nya yang lebih tinggi menunjukan bahwa pasar bersedia membayar lebih terhadap pendapatan atau laba suatu perusahaan, serta memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan perusahaan tersebut sehingga bersedia untuk menghargainya dengan harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, Rasio Harga Terhadap Pendapatan (Price Earning Rasio) yang lebih rendah mengindikasikan bahwa pasar tidak memiliki kepercayaan yang cukup terhadap masa depan saham perusahaan yang bersangkutan.

Rata-rata Rasio P/E atau PER suatu saham biasanya adalah 12 hingga 15, namun nilai tersebut tergantung pada pasar dan kondisi ekonomi. Penilaian Rasio PER juga bervariasi tergantung pada industri yang dijalankannya. Setiap Industri memiliki penilaian yang berbeda terhadap rasio Rasio P/E-nya.


b)  Price To Sales Ratio
Price to Sales Ratio (PSR atau P/S Ratio) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Penjualan ini adalah rasio keuangan yang membandingkan harga saham perusahaan dengan penjualan tahunannya. Sama dengan Price to Earning Ratio (PER) dan Price/Earning to Growth Ratio (PEG), Price to Sales Ratio ini biasanya juga digunakan untuk penilaian saham atau umumnya disebut dengan istilah Rasio Valuasi Investasi atau Rasio Valuasi Saham.

Price to Sales Rasio atau Rasio Harga Terhadap Penjualan adalah salah satu rasio valuasi yang paling dasar dan mudah dipahami sehingga banyak digunakan oleh para investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. Investor tentunya ingin mengetahui berapa banyak penjualan yang dapat dihasilkan dari modal yang mereka investasikan. Jadi Price to Sales Ratio ini menilai sebuah perusahaan berdasarkan pada operasi sebenarnya tanpa berdampak pada penyesuaian akuntansi.

Rasio Harga Terhadap Penjualan atau Price to Sales Ratio ini dihitung dengan membagikan Harga per Saham dengan Pendapatan per Saham.

Price to Sales Ratio = Harga per Saham / Pendapatan per Saham
Atau
Price to Sales Ratio = Kapitalisasi Pasar / Penjualan

c)   Price To Book Value Ratio
Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya.  Rasio PBV ini menunjukan berapa banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.

Nilai Buku atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu perusahaan apabila diharuskan untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai aset perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Dengan kata lain, Rasio Price to Book Value ini dapat menunjukan apa yang  akan didapatkan oleh pemegang saham setelah perusahaan terjual dengan semua hutangnya telah dilunasi. Rasio PBV yang rendah merupakan tanda yang baik bagi perusahaan.

Price to Book Value atau Price/Book Value Ratio ini membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.

Rasio PBV ini sangat sesuai untuk digunakan pada perusahaan yang memiliki aset tetap berwujud (tangible assets) yang besar karena tidak memperhitungkan aset yang tidak berwujud (intangible assets). Perusahaan yang memiliki bangunan, mesin, peralatan dan aset tetap lainnya dapat menggunakan rasio Price to Book Value ini untuk memeriksa posisi keuangan perusahaan dengan tepat.  Rasio PBV ini sangat cocok untuk digunakan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa keuangan seperti Bank dan perusahaan Asuransi. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut memiliki aset keuangan yang sangat besar.

Berikut ini adalah Rumus PBV untuk menghitung rasio Harga Saham terhadap Nilai Buku ini.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku =    Harga per Lembar Saham : Nilai Buku                                                                 per lembar Saham

d)  Price To Cash Flow Ratio
Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.

Rasio Harga Terhadap Arus Kas ini biasanya digunakan oleh para Investor untuk mendeskripsikan penilaian suatu perusahaan yang berhubungan dengan salah satu pertimbangan paling penting dalam laporan keuangan perusahaan yaitu UANG TUNAI. Dapat dikatakan bahwa Rasio Price to Cash Flow atau Rasio PCFR ini hanya mempertimbangkan arus kas dalam penilaiannya dan menghilangkan faktor-faktor non-tunai dan depresiasi (penyusutan).

Price to Cash Flow Ratio atau Rasio Harga terhadap Arus kas dapat dihitung dengan membagi HARGA SAHAM (Price per Share) dengan ARUS KAS per SAHAM (Cash Flow per Share). Persamaan atau Rumus Price to Cash Flow Ratio dapat ditulis seperti berikut ini :

Price to Cash Flow Ratio = Harga Saham / Arus Kas per Saham

Price to Cash Flow Ratio ini juga bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar. Persamaan atau Rumusnya dapat ditulis seperti dibawah ini :

Price to Cash Flow Ratio = Kapitalisasi Pasar / Arus Kas

Keterangan : Arus Kas per Saham dapat dihitung dengan menambahkan amortisasi dan penyusutan (depresiasi) ke laba bersih kemudian dibagi dnegan jumlah saham yang beredar. Arus Kas ini dapat kita temukan di Laporan Keuangan Arus Kas Tahunan.

Arus Kas per Saham = (Pendapatan bersih + Depresiasi + Amortisasi) / Jumlah saham yang beredar

3.   Profitability Ratio

a)   Dividen Payout Ratio
Dividend Payout Ratio (DPR) atau Rasio Pembayaran Dividen adalah rasio yang menunjukkan persentase setiap keuntungan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai.

Jadi DPR menunjukkan besaran dividen yang dibagikan terhadap total laba bersih perusahaan sekaligus menjadi sebuah parameter untuk mengukur besaran dividen yang akan dibagikan ke pemegang saham.

Definisi lain dari Dividend Payout Ratio menyebutkan bahwa DPR adalah jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah total laba bersih perusahaan.
Jumlah yang tidak dibayarkan dalam dividen kepada pemegang saham dipegang oleh perusahaan untuk mengembangkan perusahaan. Jumlah yang disimpan oleh perusahaan disebut saldo laba ditahan.

Rasio ini digunakan oleh beberapa orang ketika mempertimbangkan apakah seseorang sebagai investor akan berinvestasi pada perusahaan pencetak laba yang membayar dividen, atau berinvestasi pada perusahaan pencetak laba yang memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi.

Dengan kata lain, rumus ini mempertimbangkan pendapatan tetap dengan perusahaan yang melakukan reinvestasi untuk kemungkinan penghasilan yang lebih tinggi di masa depan, dengan asumsi perusahaan memiliki laba bersih.

DPR dihitung dengan membagi jumlah dividen tunai perusahaan dengan laba bersih perusahaan.

DPR = Dividend / Net Profit (Laba Bersih) 

Dividend Payout Ratio juga dapat dihitung dengan rumus per lembar saham kembali berdasarkan “per saham”.

Jika dividen per saham dan laba per saham diketahui, rasio pembayaran dividen dapat dihitung dengan menggunakan konsep dividen yang sama yang dibayarkan dibagi dengan pendapatan, atau laba bersih.

DPR = Dividend Per Share (DPS) / Earning Per Share (EPS)

Dividend Payout Ratio juga dapat dihitung dengan menghitung Retention Ratio (RR) terlebih dahulu.

Retention Ratio adalah rasio yang menunjukkan persentase saldo laba yang ditahan dibandingkan dengan laba bersih perusahaan.

RR = Saldo Laba Ditahan / Net Profit (Laba Bersih)
DPR = 1 – Retention Ratio

Dari rumus di atas diketahui bahwa Retention Ratio atau RR (Rasio Retensi) dijumlah dengan Dividend Payout Ratio (DPR) sama dengan 1 atau 100% dari laba bersih.

Jumlah yang tidak dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen akan diinvestasikan kembali untuk pengembangan usaha.

b)  Gross Profit Margin
Gross Profit Margin atau Marjin Laba Kotor adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk menghitung persentase kelebihan laba kotor terhadap pendapatan penjualan. Gross Profit atau Laba Kotor yang dimaksud disini adalah pendapatan Penjualan yang dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan (HPP).  Biaya yang termasuk pada Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost of Goods Sold (CGS) ini diantaranya seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung yang terkait dengan pembuatan suatu produk. Dengan kata lain, Rasio Marjin Laba Kotor atau Gross Profit Margin ini digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan bahan dan tenaga kerjanya untuk memproduksi dan menjual produk-produknya untuk menghasilkan keuntungan. 
  
Marjin Laba Kotor atau Gross Profit Margin ini merupakan suatu indikator penting karena dapat memberikan informasi kepada Manajemen maupun Investor tentang seberapa untungnya kegiatan bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan tanpa memperhitungkan biaya tidak langsung. Marjin Laba Kotor ini juga dapat memberikan wawasan kepada investor tentang tingkat kesehatan perusahaan yang sebenarnya.

Untuk mendapatkan Marjin Laba Kotor, kita perlu mendapatkan dulu hasil Laba Kotornya, Laba Kotor atau Gross Profit adalah Total pendapatan penjualan yang dikurangi Harga Pokok Penjualan (HPP).

Laba Kotor = Pendapatan Penjualan – Harga Pokok Penjualan

Setelah mendapatkan Laba Kotor atau Gross Profit, selanjutnya adalah membagikan Laba Kotor (Gross Profit) tersebut dengan total Pendapatan Penjualan (Sales Revenue).

Marjin Laba Kotor = Laba Kotor / Pendapatan Penjualan

Keterangan :
Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost of Goods Sold (COGS) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk dapat memproduksi barang yang dijual atau Harga perolehan dari barang yang dijual. Biaya-biaya pembentuk HPP diantaranya seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya-biaya overhead.

Pendapatan Penjualan atau Sales Revenue adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggannya.

c)   Net Profit Margin
Margin laba atau Net Profit Margin adalah perbandingan total jumlah laba bersih dengan total jumlah pendapatan perusahaan. Istilah ini juga dikenal dengan singkatannya, NPM. NPM biasanya digunakan untuk mengukur tipis atau tebal-nya laba perusahaan.

Kita bisa menggunakan perhitungan NPM untuk menentukan mana perusahaan yang menarik.

Rumusnya:

NPM =   Laba Bersih : Pendapatan


d)  Earning Before Interest and Tax
Earnings Before Interest & Taxes (EBIT) atau Pendapatan Sebelum Bunga & Pajak merupakan indikator profitabilitas perusahaan, dihitung sebagai pendapatan dikurangi biaya, tidak termasuk pajak dan bunga.

EBIT dihitung sebagai berikut:

EBIT = Pendapatan – Biaya Operasional
atau
EBIT = Laba Bersih + Bunga + Pajak

EBIT juga disebut sebagai Operating Earnings, Operating Profit, dan Profit Before Interest and Taxes (PBIT).
EBIT digunakan untuk mengukur laba yang dihasilkan perusahaan dari operasinya, sehingga identik dengan “laba operasi”.
Dengan mengabaikan biaya pajak dan bunga, EBIT berfokus pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dari operasi.
Hal ini membuat EBIT menjadi metrik yang sangat berguna untuk aplikasi tertentu.

Misalnya, jika investor berpikir untuk membeli perusahaan, potensi penghasilan perusahaan mungkin akan dianggap lebih penting dibandingkan struktur modal.

Demikian pula, EBIT akan berguna saat seorang investor membandingkan perusahaan-perusahaan di industri tertentu yang beroperasi di lingkungan pajak yang berbeda dan memiliki strategi berbeda dalam pembiayaan.

Pajak dan biaya bunga akan mengalihkan perhatian dari pertanyaan utama: seberapa efektif perusahaan-perusahaan ini menghasilkan keuntungan dari operasi mereka?
Nah, EBIT memberi gambaran yang jernih atas pertanyaan tersebut.

e)   Return On Equity
Return on Equity (ROE) adalah salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis saham. Rasio ini menunjukkan tingkat efektivitas tim manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin besar laba yang dihasilkan dari sejumlah dana yang diinvestasikan sehingga mencerminkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan.

Rumus ROE ( Return On Equity ) adalah sebagai berikut :

Return On Equity = laba bersih : ekuitas

Contoh soal:
Pada tahun 2017 lalu, ekuitas rata-rata para pemegang saham perusahaan PT Maju Bersama, sebesar Rp625.000.000 dengan laba bersih sebesar Rp1.000.000.000. Maka nilai pengembalian ekuitas  dari perhitungan di atas adalah.
Rp1.000.000.000 : Rp625.000.000 = 1,6 atau 160% ROE
Keterangan:
Hasil perhitungan ROE mendekati 1 menunjukkan semakin efektif dan efisiennya penggunaan ekuitas perusahaan untuk menghasilkan pendapatan, demikian sebaliknya jika ROE mendekati 0 berarti perusahaan tidak mampu mengelolah modal yang tersedia secara efisisen untuk menghasilkan pendapatan.

f)    Return On Assets
Return on Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).

Dapat dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah menghasilkan pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan itu sendiri. Rasio ROA atau Return on Assets ini dapat membantu manajemen dan investor untuk melihat seberapa baik suatu perusahaan mampu mengkonversi investasinya pada aset menjadi keuntungan atau laba (profit). Tingkat Pengembalian Aset atau Return on Assets ini sebenarnya juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi (return on investment) bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) seringkali merupakan investasi terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Dengan kata lain, uang atau modal diinvestasikan menjadi aset modal dan tingkat pengembaliannya atau imbal hasilnya diukur dalam bentuk laba atau keuntungan (profit) yang diperolehnya.

Tingkat pengembalian Aset atau Return on Assets ini berbeda-beda pada industri yang berbeda. Industri yang padat modal seperti Industri Kereta Api,  Industri Pertambangan dan Industri Alat Elektronik berteknologi tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian aset yang rendah, hal ini dikarenakan industri-industri tersebut memerlukan aset-aset berharga mahal untuk melakukan bisnisnya. Sedangkan Industri yang bukan padat modal seperti industri perangkat lunak atau industri jasa akan menghasilkan tingkat pengembalian aset atau rasio ROA yang tinggi karena industri-industri tersebut tidak memerlukan aset-aset yang berharga mahal. Oleh karena itu, Rasio ROA (Return on Assets) ini lebih tepat digunakan untuk membandingkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama atau untuk membandingkan kinerja perusahaan dari satu periode dengan periode berikutnya.

ROA (Return on Assets) atau Tingkat Pengembalian Aset ini dihitung dengan cara membagi laba bersih perusahaan (biasanya pendapatan tahunan) dengan total asetnya dan ditampilkan dalam bentuk persentase (%). Ada dua cara umum dalam menghitung ROA yaitu dengan menghitung total aset pada tanggal tertentu atau dengan menghitung rata-rata total aset (average total assets). Berikut ini adalah Rumus ROA (Return on Assets) atau Tingkat Pengembalian Aset.
Rumus ROA :

Return on Assets (ROA) = Laba bersih setelah Pajak / Total Aset (atau rata-rata Total Aset)

4.   Liquidity Ratio

a)   Debt To Equity Ratio
Hutang secara Manajemen Keuangan adalah bertujuan untuk me LEVERAGE atau MENDONGKRAK kinerja keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya saja, tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal tambahan. Nah disinilah, peranan hutang sangat membantu perusahaan untuk melakukan ekspansi tersebut. Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan dari sisi likuiditas keuangan juga semakin tinggi. Untuk itu diperlukan sebuah rasio khusus untuk melihat kinerja tersebut. Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para analis dan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin tinggi angka DER maka diasumsika perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya.

DER  =     Total Hutang  : Total Ekuitas  

Note :

Total Hutang  = Hutang lancar + Hutang jangka Panjang

“Sekian blog saya kali ini. Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua yaaa.. Sampai jumpa diblog selanjutnya. Terimakasih”


REFERENSI :
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasio_finansial (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ycharts.com/glossary/terms/revenue_per_share (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.investopedia.com/terms/c/casheps.asp (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.accelainfinia.com/glossary/ebit/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar