“Hai teman-teman, di blog kali
ini saya akan membahas tentang Jenis-Jenis Rasio Keuangan. Tapi sebelumnya kita
cari tau dulu yuk apa sih Rasio Keuangan itu? Berikut pembahasannya....”
PENGERTIAN
RASIO KEUANGAN
Apa itu Rasio Keuangan?
Rasio Keuangan atau Financial Ratio
merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan
berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan
(neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship)
antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Analisis rasio dapat digunakan untuk
membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan
tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada masa datang. Salah satu cara
pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam
artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka
yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan.
Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan
keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada
data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai
risiko dan peluang pada masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos
dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan
dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan
keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat rasio saja
tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula analisis persaingan-persaingan
yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas,
dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri
manufaktur, analisis kualitatif, serta penelitian-penelitian industri.
FUNGSI ANALISIS RASIO KEUANGAN
Berikut adalah fungsi dari
dilakukannya analisis rasio keuangan :
a)
Untuk menentukan seberapa baik kinerja
perusahaan mereka untuk mengevaluasi kemana perusahaan dapat memperbaiki diri.
Misalnya, jika perusahaan memiliki margin kotor yang rendah, manajer dapat
mengevaluasi bagaimana meningkatkan margin kotor mereka.
b)
Untuk melihat apakah perusahaan itu investasi
yang bagus. Dengan membandingkan rasio keuangan antara perusahaan dan antar
industri, investor dapat lebih menentukan investasi terbaik.
JENIS-JENIS RASIO KEUANGAN
Rasio keuangan dibedakan menjadi beberapa
jenis, yaitu Earning Ratio, Valvation Ratio, Profitability Ratio, dan Liquidity
Ratio. Berikut adalah penjelasannya.
1. Earning Ratio (Rasio Penghasilan)
a)
Dividen Per
Lembar Saham (Dividend Per Share)
Pengertian dividen per lembar saham (DPS) menurut Susan Irawati (2006:64)
menyatakan bahwa :
"Dividen per lembar saham (DPS) adalah besarnya pembagian dividen
yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibandingkan dengan rata-rata
tertimbang saham biasa yang beredar”.
Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham
yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.
Besarnya dividen per lembar saham dapat dicari dengan rumus :
DPS = Total dividen yang
dibagikan : Jumlah Lembar saham yang beredar
b) Laba Per Lembar Saham (Earning Per Share)
Pengertian laba per
lembar saham menurut Zaki Baridwan (2004:443) menyatakan bahwa :
“Yang dimaksud dengan laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang
diperoleh dalam suatu periode tertentu untuk setiap jumlah saham yang beredar”.
Informasi mengenai laba per lembar saham dapat digunakan oleh pimpinan
perusahaan untuk menentukan dividen yang akan dibagikan. Informasi ini juga
berguna bagi investor untuk mengetahui perkembangan perusahaan selain itu juga
dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan.
Perhitungan laba per lembar saham diatur dalam SAK No.56 yang menyatakan
dua macam laba per lembar saham :
·
Laba Per lembar
saham dasar, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap
saham biasa yang beredar dalam periode pelaporan.
·
Laba per lembar
saham dilusian, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk
setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan dan efek lain yang
asumsinya diterbitkan bagi semua efek berpotensi saham biasa yang sifatnya
dilutif yang beredar sepanjang periode pelaporan.
Laba per lembar
saham (EPS ) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak : Jumlah Lembar Saham Yang
Beredar
c)
Revenue Per
Share
Jumlah pendapatan atas
saham biasa yang beredar. Jawab pertanyaannya, apa kepemilikan penjualan untuk
setiap bagian? Meningkatkan pendapatan per saham (RPS) dari waktu ke waktu
adalah pertanda baik, karena itu berarti setiap saham sekarang memiliki klaim
untuk pendapatan lebih banyak.
Misalnya, jika sebuah perusahaan
menghasilkan 500 juta dalam pendapatan dan memiliki 100 juta saham biasa yang
beredar, RPS adalah lima. Untuk setiap saham yang beredar, perusahaan menghasilkan
lima dolar dalam penjualan.
Rumus :
Pendapatan Per Saham (Kuartal) =
Penerimaan Kuartalan : Saham Biasa
Pendapatan Per Saham (TTM) = Tertinggal 12 Bulan Pendapatan : Saham
Biasa Beredar dari kuartal terbaru
d)
Book Value
Per Share
Book
Value per Share (BVPS) atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang
digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang
beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk
mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila
suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima
oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai
bukunya.
Book Value per Share atau Nilai
Buku per Saham dapat dihitung dengan cara membagikan ekuitas pemegang saham
dengan jumlah saham yang beredar. Persamaan atau Rumus Book Value per Share
(BVPS) dapat dilihat seperti dibawah ini :
Book Value per Share = Total Ekuitas / Jumlah Saham yang Beredar
atau
Book Value per Share = (Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
Contoh
Kasus :
Sebagai contoh, PT. AAZZ yang bergerak di bidang perakitan
Kalkulator memiliki total Aset sebesar Rp. 800 juta dengan kewajiban atau
Hutang sebesar Rp. 100 juta. Saham yang beredar PT. AAZZ adalah sebanyak 2 juta
lembar. Harga pasar saham per lembar perusahaan saat ini adalah Rp. 600,-.
Berapakah Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share PT. AAZZ? Apakah saham
PT. AAZZ ini mahal (overvalued) atau murah (undervalued) ?
Diketahui :
Total
Aset = Rp. 800 juta
Hutang = Rp. 100 juta
Jumlah Saham yang beredar = 2 juta lembar
Hutang = Rp. 100 juta
Jumlah Saham yang beredar = 2 juta lembar
Jawaban
:
BVPS
=(Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
BVPS = (800.000.000 – 100.000.000) / 2.000.000
BVPS = 350
BVPS = (800.000.000 – 100.000.000) / 2.000.000
BVPS = 350
Jadi Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share (BVPS) PT.
AAZZ adalah Rp. 350,-. Saham PT. ZZAA saat ini adalah overvalued
atau kemahalan.
Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share ini sering
digunakan untuk membandingkan nilai pasar per saham perusahaan. Jika nilai BVPS
perusahaan lebih tinggi dari nilai pasar per sahamnya, maka sahamnya “Undervalued”
atau “Murah” yang berarti perdagangan saham lebih rendah dari harga yang
ditentukan pasar. Namun apabila nilai BVPS perusahaan lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai pasar per sahamnya, maka saham perusahaan tersebut
dapat dikatakan kemahalan atau “Overvalued” atau Harga Saham lebih tinggi dari harga
yang ditentukan Pasar.
Dengan demikian, Nilai Buku per Saham atau BVPS ini dapat
menentukan apakah saham suatu perusahaan telah “Overvalued” atau masih
“Undervalued”.
Ini dapat membantu para Investor untuk mengambil keputusan apakah membeli atau
tidak membeli saham tertentu.
e)
Cash Flow Per Share
Arus kas per
saham adalah laba setelah pajak ditambah depresiasi pada basis per-saham yang
berfungsi sebagai ukuran kekuatan keuangan perusahaan. Banyak analis keuangan
lebih menekankan pada nilai arus kas per saham daripada nilai laba per saham. Meskipun
nilai laba per saham dapat dimanipulasi, arus kas per saham lebih sulit diubah,
sehingga menghasilkan nilai kekuatan dan keberlanjutan model bisnis tertentu
yang lebih akurat.
Arus kas per saham dihitung sebagai rasio, menunjukkan jumlah uang tunai yang
dihasilkan bisnis berdasarkan pendapatan bersih perusahaan dengan biaya
depresiasi dan amortisasi ditambahkan kembali. Karena pengeluaran yang
berkaitan dengan depresiasi dan amortisasi sebenarnya bukan biaya tunai,
menambahkannya kembali membuat arus kas perusahaan menjadi
berkurang secara artifisial.
Perhitungan untuk menentukan arus kas per saham adalah:
CFPC = Arus Kas Operasi - Dividen Pilihan : Saham Biasa Beredar
f)
Cash Equivalent Per Share
Laba bersih
per saham (EPS tunai), atau yang lebih umum disebut arus kas operasi, adalah
ukuran kinerja keuangan yang membandingkan arus kas dengan jumlah saham yang
beredar. EPS tunai berbeda dari ukuran laba bersih yang lebih populer, Laba per
saham (EPS), yang membandingkan laba bersih dengan basis per saham.
Bebas dari
komponen non-tunai, seperti depresiasi yang termasuk dalam pengukuran EPS
berbasis laba, EPS Uang Tunai dapat membuktikan ukuran yang lebih dapat
diandalkan untuk kesehatan keuangan dan operasional.
Semakin
tinggi EPS keuangan perusahaan, semakin baik dianggap telah dilakukan selama
suatu periode. EPS tunai perusahaan dapat digunakan untuk menarik perbandingan
ke perusahaan lain atau tren dalam bisnis perusahaan.
CEPS = Operating Cash Flow : Diluted
Shares Outstanding
g)
Net Assets Per Share
Nilai Aktiva
Bersih adalah nilai yang menggambarkan total kekayaan bersih Reksa Dana setiap
harinya.
Total kekayaan bersih adalah Nilai pasar setiap jenis aset investasi (saham, obligasi, surat
berharga pasar uang, serta deposito) + dividen saham + kupon obligasi – biaya
operasional reksa dana (biaya MI, biaya Bank Kustodian, dan biaya lain-lain).
Net Assets Per Share dapat dicari dengan
rumus berikut :
NAVS = (Aset Total – Kewajiban) : Jumlah Lembar Saham Yang Beredar
2. Valvation Ratio
a)
Price To Earning Ratio
Price to Earning Ratio atau biasanya disingkat dengan singkatan PER (P/E Ratio) adalah
rasio harga pasar per saham terhadap laba bersih per saham. Rasio Price to Earning ini adalah
rasio valuasi harga per saham perusahaan saat ini dibandingkan dengan laba
bersih per sahamnya. Price to Earning
Ratio ini merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengevaluasi
investasi prospektif. Rasio ini juga digunakan untuk membantu investor dalam
pengambilan keputusan apakah akan membeli saham perusahaan tertentu. Umumnya,
para trader atau investor akan memperhitungkan PER atau P/E Ratio untuk
memperkirakan nilai pasar pada suatu saham.
Berikut ini adalah Rumua PER atau
rasio Harga terhadap pendapatan :
PER = Harga Saham : Laba per Saham
Dengan menghitung Rasio P/E atau Price Earning Ratio, kita dapat
mengetahui seberapa besar harga yang ingin dibayar oleh pasar terhadap
pendapatan atau laba suatu perusahaan.
Rasio PER-nya yang lebih tinggi
menunjukan bahwa pasar bersedia membayar lebih terhadap pendapatan atau laba
suatu perusahaan, serta memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan
perusahaan tersebut sehingga bersedia untuk menghargainya dengan harga yang
lebih tinggi. Di sisi lain, Rasio Harga Terhadap Pendapatan (Price Earning
Rasio) yang lebih rendah mengindikasikan bahwa pasar tidak memiliki kepercayaan
yang cukup terhadap masa depan saham perusahaan yang bersangkutan.
Rata-rata
Rasio P/E atau PER suatu saham biasanya adalah 12 hingga 15, namun nilai
tersebut tergantung pada pasar dan kondisi ekonomi. Penilaian Rasio PER juga
bervariasi tergantung pada industri yang dijalankannya. Setiap Industri
memiliki penilaian yang berbeda terhadap rasio Rasio P/E-nya.
b) Price To
Sales Ratio
Price
to Sales Ratio (PSR atau
P/S Ratio) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap
Penjualan ini adalah rasio keuangan yang membandingkan harga saham perusahaan
dengan penjualan tahunannya. Sama dengan Price to Earning Ratio (PER) dan
Price/Earning to Growth Ratio (PEG), Price to Sales Ratio ini biasanya juga
digunakan untuk penilaian saham atau umumnya disebut dengan istilah Rasio
Valuasi Investasi atau Rasio Valuasi Saham.
Price to Sales Rasio atau Rasio Harga Terhadap Penjualan adalah
salah satu rasio valuasi yang paling dasar dan mudah dipahami sehingga banyak
digunakan oleh para investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi.
Investor tentunya ingin mengetahui berapa banyak penjualan yang dapat
dihasilkan dari modal yang mereka investasikan. Jadi Price to Sales Ratio ini
menilai sebuah perusahaan berdasarkan pada operasi sebenarnya tanpa berdampak
pada penyesuaian akuntansi.
Rasio Harga Terhadap Penjualan
atau Price to Sales Ratio ini dihitung dengan membagikan Harga per Saham dengan
Pendapatan per Saham.
Price to Sales Ratio = Harga per Saham / Pendapatan per Saham
Atau
Price to Sales Ratio = Kapitalisasi Pasar / Penjualan
c)
Price To Book Value Ratio
Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi
investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar
saham perusahaan dengan nilai bukunya. Rasio PBV ini menunjukan berapa
banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.
Nilai Buku
atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu perusahaan apabila diharuskan
untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai aset perusahaan yang tercantum
dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan
kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Dengan
kata lain, Rasio Price to Book Value ini dapat menunjukan apa yang akan
didapatkan oleh pemegang saham setelah perusahaan terjual dengan semua
hutangnya telah dilunasi. Rasio PBV yang rendah merupakan tanda yang baik bagi
perusahaan.
Price to Book Value atau Price/Book Value Ratio ini membantu
investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per
saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.
Rasio PBV ini sangat sesuai untuk digunakan pada perusahaan yang
memiliki aset tetap berwujud (tangible assets) yang besar karena tidak
memperhitungkan aset yang tidak berwujud (intangible assets). Perusahaan yang
memiliki bangunan, mesin, peralatan dan aset tetap lainnya dapat menggunakan rasio
Price to Book Value ini untuk memeriksa posisi keuangan perusahaan dengan
tepat. Rasio PBV ini sangat cocok untuk digunakan pada
perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa keuangan seperti Bank dan
perusahaan Asuransi. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki aset keuangan yang sangat besar.
Berikut ini adalah Rumus PBV untuk
menghitung rasio Harga Saham terhadap Nilai Buku ini.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku = Harga per Lembar Saham : Nilai Buku per
lembar Saham
d)
Price To Cash Flow Ratio
Price
to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut
dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan
oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu
perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan
jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan
oleh perusahaan.
Rasio Harga Terhadap Arus Kas ini biasanya digunakan oleh para
Investor untuk mendeskripsikan penilaian suatu perusahaan yang berhubungan
dengan salah satu pertimbangan paling penting dalam laporan keuangan perusahaan
yaitu UANG TUNAI. Dapat dikatakan bahwa Rasio Price to Cash Flow atau Rasio PCFR
ini hanya mempertimbangkan arus kas dalam penilaiannya dan menghilangkan
faktor-faktor non-tunai dan depresiasi (penyusutan).
Price to Cash Flow Ratio atau
Rasio Harga terhadap Arus kas dapat dihitung dengan membagi HARGA SAHAM (Price
per Share) dengan ARUS KAS per SAHAM (Cash Flow per Share). Persamaan atau
Rumus Price to Cash Flow Ratio dapat ditulis seperti berikut ini :
Price to Cash Flow Ratio = Harga Saham / Arus Kas per Saham
Price to Cash Flow Ratio ini juga
bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar. Persamaan atau Rumusnya
dapat ditulis seperti dibawah ini :
Price to Cash Flow Ratio = Kapitalisasi Pasar / Arus Kas
Keterangan : Arus Kas per Saham
dapat dihitung dengan menambahkan amortisasi dan penyusutan (depresiasi) ke
laba bersih kemudian dibagi dnegan jumlah saham yang beredar. Arus Kas ini
dapat kita temukan di Laporan Keuangan Arus Kas Tahunan.
Arus Kas per Saham = (Pendapatan bersih + Depresiasi + Amortisasi)
/ Jumlah saham yang beredar
3.
Profitability Ratio
a)
Dividen Payout Ratio
Dividend Payout Ratio (DPR) atau Rasio Pembayaran Dividen adalah
rasio yang menunjukkan persentase setiap keuntungan yang diperoleh yang didistribusikan
kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai.
Jadi DPR
menunjukkan besaran dividen yang dibagikan terhadap total laba bersih
perusahaan sekaligus menjadi sebuah parameter untuk mengukur besaran dividen
yang akan dibagikan ke pemegang saham.
Definisi lain
dari Dividend Payout Ratio menyebutkan bahwa DPR adalah jumlah dividen
yang dibayarkan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah total laba
bersih perusahaan.
Jumlah yang tidak dibayarkan dalam
dividen kepada pemegang saham dipegang oleh perusahaan untuk mengembangkan
perusahaan. Jumlah yang disimpan oleh perusahaan disebut saldo laba ditahan.
Rasio ini digunakan oleh beberapa
orang ketika mempertimbangkan apakah seseorang sebagai investor akan
berinvestasi pada perusahaan pencetak laba yang membayar dividen, atau
berinvestasi pada perusahaan pencetak laba yang memiliki potensi pertumbuhan
yang tinggi.
Dengan kata lain, rumus ini
mempertimbangkan pendapatan tetap dengan perusahaan yang melakukan reinvestasi
untuk kemungkinan penghasilan yang lebih tinggi di masa depan, dengan asumsi
perusahaan memiliki laba bersih.
DPR dihitung dengan membagi jumlah
dividen tunai perusahaan dengan laba bersih perusahaan.
DPR = Dividend / Net Profit (Laba Bersih)
Dividend
Payout Ratio juga dapat dihitung dengan rumus per lembar
saham kembali berdasarkan “per saham”.
Jika dividen per saham dan laba
per saham diketahui, rasio pembayaran dividen dapat dihitung dengan menggunakan
konsep dividen yang sama yang dibayarkan dibagi dengan pendapatan, atau laba
bersih.
DPR = Dividend Per Share (DPS) / Earning Per Share (EPS)
Dividend
Payout Ratio juga dapat dihitung dengan menghitung Retention
Ratio (RR) terlebih dahulu.
Retention
Ratio
adalah rasio yang menunjukkan persentase saldo laba yang ditahan dibandingkan
dengan laba bersih perusahaan.
RR = Saldo Laba Ditahan / Net Profit (Laba Bersih)
DPR = 1 – Retention Ratio
Dari rumus di atas diketahui bahwa
Retention Ratio atau RR (Rasio Retensi) dijumlah dengan Dividend
Payout Ratio (DPR) sama dengan 1 atau 100% dari laba bersih.
Jumlah yang
tidak dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen akan diinvestasikan kembali
untuk pengembangan usaha.
b)
Gross Profit Margin
Gross Profit Margin atau Marjin Laba Kotor adalah rasio
profitabilitas yang digunakan untuk menghitung persentase kelebihan laba kotor
terhadap pendapatan penjualan. Gross Profit atau Laba Kotor yang dimaksud
disini adalah pendapatan Penjualan yang dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan
(HPP). Biaya yang termasuk pada Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost
of Goods Sold (CGS) ini diantaranya seperti bahan baku dan tenaga kerja
langsung yang terkait dengan pembuatan suatu produk. Dengan kata lain, Rasio
Marjin Laba Kotor atau Gross Profit Margin ini digunakan untuk mengukur
seberapa efisien perusahaan menggunakan bahan dan tenaga kerjanya untuk
memproduksi dan menjual produk-produknya untuk menghasilkan keuntungan.
Marjin Laba
Kotor atau Gross Profit Margin ini merupakan suatu indikator penting
karena dapat memberikan informasi kepada Manajemen maupun Investor tentang
seberapa untungnya kegiatan bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan tanpa
memperhitungkan biaya tidak langsung. Marjin Laba Kotor ini juga dapat
memberikan wawasan kepada investor tentang tingkat kesehatan perusahaan yang
sebenarnya.
Untuk mendapatkan Marjin Laba
Kotor, kita perlu mendapatkan dulu hasil Laba Kotornya, Laba Kotor atau Gross
Profit adalah Total pendapatan penjualan yang dikurangi Harga Pokok Penjualan
(HPP).
Laba Kotor = Pendapatan Penjualan – Harga
Pokok Penjualan
Setelah mendapatkan Laba Kotor
atau Gross Profit, selanjutnya adalah membagikan Laba Kotor (Gross
Profit) tersebut dengan total Pendapatan Penjualan (Sales Revenue).
Marjin Laba Kotor = Laba Kotor / Pendapatan
Penjualan
Keterangan :
Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost
of Goods Sold (COGS) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk dapat
memproduksi barang yang dijual atau Harga perolehan dari barang yang dijual.
Biaya-biaya pembentuk HPP diantaranya seperti biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya-biaya overhead.
Pendapatan Penjualan atau Sales
Revenue adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari penjualan produk
atau jasa kepada pelanggannya.
c)
Net Profit Margin
Margin laba atau Net Profit Margin adalah perbandingan total
jumlah laba bersih dengan total jumlah pendapatan perusahaan. Istilah ini juga
dikenal dengan singkatannya, NPM. NPM biasanya digunakan untuk mengukur tipis
atau tebal-nya laba perusahaan.
Kita bisa menggunakan perhitungan NPM untuk menentukan mana
perusahaan yang menarik.
Rumusnya:
NPM = Laba Bersih : Pendapatan
d) Earning
Before Interest and Tax
Earnings
Before Interest & Taxes (EBIT) atau Pendapatan Sebelum Bunga & Pajak
merupakan indikator profitabilitas perusahaan, dihitung sebagai pendapatan
dikurangi biaya, tidak termasuk pajak dan bunga.
EBIT dihitung
sebagai berikut:
EBIT = Pendapatan – Biaya
Operasional
atau
EBIT = Laba Bersih + Bunga + Pajak
EBIT juga disebut sebagai
Operating Earnings, Operating Profit, dan Profit Before Interest and Taxes
(PBIT).
EBIT digunakan untuk mengukur laba
yang dihasilkan perusahaan dari operasinya, sehingga identik dengan “laba
operasi”.
Dengan mengabaikan biaya pajak dan
bunga, EBIT berfokus pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan
dari operasi.
Hal ini membuat EBIT menjadi
metrik yang sangat berguna untuk aplikasi tertentu.
Misalnya, jika investor berpikir
untuk membeli perusahaan, potensi penghasilan perusahaan mungkin akan dianggap
lebih penting dibandingkan struktur modal.
Demikian pula, EBIT akan berguna
saat seorang investor membandingkan perusahaan-perusahaan di industri tertentu
yang beroperasi di lingkungan pajak yang berbeda dan memiliki strategi berbeda
dalam pembiayaan.
Pajak dan biaya bunga akan
mengalihkan perhatian dari pertanyaan utama: seberapa efektif
perusahaan-perusahaan ini menghasilkan keuntungan dari operasi mereka?
Nah, EBIT memberi gambaran yang
jernih atas pertanyaan tersebut.
e)
Return On Equity
Return on Equity
(ROE) adalah salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor
untuk menganalisis saham. Rasio ini menunjukkan tingkat efektivitas tim
manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan
pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin besar laba yang dihasilkan dari
sejumlah dana yang diinvestasikan sehingga mencerminkan tingkat kesehatan keuangan
perusahaan.
Rumus ROE ( Return On Equity ) adalah sebagai berikut :
Return
On Equity = laba bersih : ekuitas
Contoh soal:
Pada
tahun 2017 lalu, ekuitas rata-rata para pemegang saham perusahaan PT Maju
Bersama, sebesar Rp625.000.000 dengan laba bersih sebesar Rp1.000.000.000. Maka
nilai pengembalian ekuitas dari perhitungan di atas adalah.
Rp1.000.000.000 : Rp625.000.000 = 1,6 atau 160% ROE
Keterangan:
Hasil
perhitungan ROE mendekati 1 menunjukkan semakin efektif dan efisiennya
penggunaan ekuitas perusahaan untuk menghasilkan pendapatan, demikian
sebaliknya jika ROE mendekati 0 berarti perusahaan tidak mampu mengelolah modal
yang tersedia secara efisisen untuk menghasilkan pendapatan.
f)
Return On Assets
Return on
Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian
Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih)
yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau
rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat
dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam
mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam
persentase (%).
Dapat
dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah menghasilkan
pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan
itu sendiri. Rasio ROA atau Return on Assets ini dapat membantu manajemen dan
investor untuk melihat seberapa baik suatu perusahaan mampu mengkonversi
investasinya pada aset menjadi keuntungan atau laba (profit). Tingkat
Pengembalian Aset atau Return on Assets ini sebenarnya juga dapat dianggap
sebagai imbal hasil investasi (return on investment) bagi suatu perusahaan
karena pada umumnya aset modal (capital assets) seringkali merupakan investasi
terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Dengan kata lain, uang atau modal
diinvestasikan menjadi aset modal dan tingkat pengembaliannya atau imbal
hasilnya diukur dalam bentuk laba atau keuntungan (profit) yang diperolehnya.
Tingkat pengembalian
Aset atau Return on Assets ini berbeda-beda pada industri yang berbeda.
Industri yang padat modal seperti Industri Kereta Api, Industri
Pertambangan dan Industri Alat Elektronik berteknologi tinggi akan menghasilkan
tingkat pengembalian aset yang rendah, hal ini dikarenakan industri-industri
tersebut memerlukan aset-aset berharga mahal untuk melakukan bisnisnya.
Sedangkan Industri yang bukan padat modal seperti industri perangkat lunak atau
industri jasa akan menghasilkan tingkat pengembalian aset atau rasio ROA yang
tinggi karena industri-industri tersebut tidak memerlukan aset-aset yang
berharga mahal. Oleh karena itu, Rasio ROA (Return on Assets) ini lebih tepat
digunakan untuk membandingkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang
yang sama atau untuk membandingkan kinerja perusahaan dari satu periode dengan
periode berikutnya.
ROA (Return on Assets) atau
Tingkat Pengembalian Aset ini dihitung dengan cara membagi laba bersih
perusahaan (biasanya pendapatan tahunan) dengan total asetnya dan ditampilkan
dalam bentuk persentase (%). Ada dua cara umum dalam menghitung ROA yaitu
dengan menghitung total aset pada tanggal tertentu atau dengan menghitung
rata-rata total aset (average total assets). Berikut ini adalah Rumus ROA
(Return on Assets) atau Tingkat Pengembalian Aset.
Rumus ROA :
Return on Assets
(ROA) = Laba bersih setelah Pajak / Total Aset (atau rata-rata Total Aset)
4. Liquidity Ratio
a)
Debt To Equity Ratio
Hutang secara
Manajemen Keuangan adalah bertujuan untuk me LEVERAGE atau MENDONGKRAK kinerja
keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya
saja, tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan
modal tambahan. Nah disinilah, peranan hutang sangat membantu perusahaan untuk
melakukan ekspansi tersebut. Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah
ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan dari sisi likuiditas keuangan juga
semakin tinggi. Untuk itu diperlukan sebuah rasio khusus untuk melihat kinerja
tersebut. Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah
Hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para analis dan para
investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan
ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin
tinggi angka DER maka diasumsika perusahaan memiliki resiko yang semakin
tinggi terhadap likuiditas perusahaannya.
DER
= Total Hutang : Total Ekuitas
Note :
Total Hutang = Hutang
lancar + Hutang jangka Panjang
“Sekian blog saya kali ini. Semoga bermanfaat bagi
teman-teman semua yaaa.. Sampai jumpa diblog selanjutnya. Terimakasih”
REFERENSI :
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasio_finansial (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
http://www.beeaccounting.com/blog/pengertian-dan-fungsi-analisa-rasio-keuangan-perusahaan/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-book-value-per-share-nilai-buku-per-saham-rumus-bvps/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
http://luqmanhakim0493.blogspot.com/2015/03/deviden-pay-out-ratio-dan-deviden-per.html (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.investopedia.com/terms/c/cashflowpershare.asp (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ycharts.com/glossary/terms/revenue_per_share (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.investopedia.com/terms/c/casheps.asp (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-per-price-earning-ratio-rasio-harga-terhadap-pendapatan-rumus-per/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-price-to-sales-ratio-psr-rasio-harga-terhadap-penjualan-rumus-psr/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-price-to-cash-flow-ratio-harga-terhadap-arus-kas-rumus-pcfr/(Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.finansialku.com/definisi-dividend-payout-ratio-adalah/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.seputarforex.com/artikel/pengertian-net-profit-margin-npm-207266-34 (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.accelainfinia.com/glossary/ebit/ (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://www.jurnal.id/en/blog/2018-rasio-profitabilitas-cara-menghitung-pengembalian-ekuitas-return-on-equity/(Diakses pada tanggal 07/12/2018)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-roa-return-assets-rumus-roa-pengembalian-aset/(Diakses pada tanggal 07/12/2018)
http://tradingbyknowledge.blogspot.com/2013/07/debt-to-equity-ratio-der.html (Diakses pada tanggal 07/12/2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar